
Harga Besi Beton – Surabaya boleh berubah makin kencang. Gedung-gedung membumbung bertebaran. Tapi, ada yang konsisten bertahan sampai sekarang. Kapan bahkan zamannya, Siola konsisten seperti yang dahulu.
PARIS punya Are de Triomphe, Roma punya Arch of Constantine, dan Berlin dengan Bradenburg Gate. Karenanya, Surabaya punya pujian: Siola. Dapat dibilang sebagian bangunan itu mempunyai kesamaan, merupakan menjadi gerbang sejarah masing-masing kota.
Tak berlebihan kalau bangunan yang masih kukuh berdiri di persimpangan Jalan Tunjungan dan Jalan Genteng Kali itu dijuluki gerbang sejarah. Karena, sejarah Kota Surabaya erat dengan romantisme -Jalan Tunjungan masa lampau. Dikala itu, wilayah Tunjungan masih menjadi sentra gaya hidup warga kota selama sebagian dekade. “Lihat saja, posisi Gedung Siola sendiri berada di ujung jalan, seolah menyambut pengunjung yang berkeinginan mengunjungi wilayah Tunjungan,” terang sejarawan Freddy H. Istanto.
Berdasar sebagian sumber, bangunan berlanggam art deco hal yang demikian didirikan oleh investor asal Inggris bernama Robert Laidlaw pada 1877. Oleh ia, bangunan berlantai tiga itu diaplikasikan untuk sentra perkulakan tekstil dan baju dengan merek dagang Whiteaway Laidlaw & Co. Apalagi sesudah tembok benteng kota yang memisahkan Kota Bawah (Benedenstad) dengan Soerabaia Lama (Oud Soerabaia) diungkap pada 1880, kawasan Tunjungan kemudian berkembang menjadi sentra perdagangan baru.
Freddy menerangkan, sesudah Laidlaw meninggal pada 1935, pamor Whiteaway Laidlaw & Co ikut serta meredup dan walhasil pailit di Surabaya. Gedung perusahaannya bermigrasi kepemilikan terhadap investor Jepang dan berganti nama menjadi toserba Chiyoda. “Toserba ini menjadi sentra perkulakan sepatu dan koper,” tambah pria yang juga menjabat direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia itu.
- Sumber Lainnya Bisa Klik : solusibaja.co.id
Gedung yang pernah mempunyai kanopi bersejarah itu juga menjadi saksi bisu pengorbanan arek-arek Surabaya melawan agresi militer yang dilancarkan sekutu pada momen 10 November 1945. Bangunan hal yang demikian terbakar hebat. Tembok dan lantainya hancur dibombardir sekutu. Pun, dome gedung luluh lantak ketika angkatan udara Inggris menjatuhkan bom di atasnya. Siola dibuka lagi pada 1960 sesudah negara mengadakan nasionalisasi aset asing. Gedung yang mesti menjadi cagar tradisi itu.
bahkan dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya. Sampai pada walhasil ada lima pengusaha Surabaya yang berniat menghidupkan kemball kejayaan gedung ritel yang familiar itu. Mereka ialah Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem, dan Ang. Sampai tercetuslah nama gedung Siola yang adalah kependekan nama dari lima pengusaha itu.
Kejayaan sentra perbelanjaan Siola terus berlanjut sampai walhasil menerima pesaing. Dari mulai Delta Plaza, Tunjungan Plaza, hingga THR Surabaya Mal. Makin tergerus dengan perkembangan mal-mal pada 1998, Siola pailit dan gedung hal yang demikian diaplikasikan oleh Ramayana Department Store. Pada 2008, Ramayana Siola bahkan walhasil ditutup sebab tak diperpanjang pihak department store.
Semenjak ditutup dan tak lagi disewa Ramayana, pemkot mengambil alih dan mengesahkan Museum Surabaya pada tahun lalu. Gedung Siola juga diaplikasikan sebagai Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Pemkot Surabaya. Pun, kini gedung Siola terus direnovasi.
Kunjungi Juga : kencanapanelindo.com